Selasa, 02 April 2013

Jobseeker: Emak Belum Marah


AKU ingin pintar itu soal ekonomi. Saat bicara inflasi, bercerita aku panjang lebar kenapa inflasi membuat bangsa menderita, anak-anak banyak berhalusinasi. Saat emak memanggil untuk makan nasi, yang ditanak emak ternyata hanya besi, panci. Inflasi, kata emak, bikin duit ini sebentar lagi degradasi.

Aku mau itu pintar soal ekonomi. Saat bicara moneter, berkisah aku sedalam-dalamnya kenapa itu kebijakan moneter harus bikin Indonesia tercecer. Pernah emak cerita tentang bapak yang mati untuk negara, tapi kini emak sedih karena negara sekarang nurut itu sama kebijakan moneter. Ku simpulkan, moneter itu monster. Bisa dia merubah Kebijakan publik karena negara keder. Mau itu aku pintar, supaya Sri Mulyani, memberikanku satu pekerjaan. Satu saja.

Kalau Sri Mulyani tidak mau, aku mau itu pintar soal hukum. Berbicara panjang lebar kenapa itu hukum bisa buat kita berhenti tersenyum. Emak cerita soal Prita, katanya dulu Prita pandai bercerita, tapi akhirnya masuk berita karena salah bercerita dan akhirnya dihukum. Mau itu aku pintar soal pidana. Kenapa jatuh cinta bisa di pidana.

Aku mau itu pintar soal hukum. Menjelaskan pada emak, apa itu ius constituendum atau ius constitutum. Karena emak hanya mengerti soal hukum yang ‘maklum’. Ini negara penuh kemakluman. Ada orang yang mencuri ayam dihukum dan ada orang yang korupsi diberi maklum. Ah, mau aku mengerti soal itu, supaya Widodo AS mau menunjukkan satu kursi di Kemenkopolhukam, satu saja.

Kalau Sri Mulyani dan Widodo AS tak bersedia, mau itu aku pintar soal politik. Emak bilang, politik itu peol dan litik, mungkin ini bahasa Yunani. Artinya, mungkin bengkok dan menggelitik. Di televisi, emak selalu tertawa saat nonton acara politik, lucu katanya. Mau itu aku mengerti soal demokrasi, yang kata emak artinya, setiap ada demo di kerasi.

Mau itu aku bicara panjang lebar seperti Arya Bima, yang laku keras saat Pemilu. Bicara soal teori-teori kepartaian, atau tentang ideologi-ideologi yang membabi. Kata emak, ada ideologi yang tak boleh diikuti, katanya dulu dilarang Soeharto. Emak belum tahu Soeharto itu mati. Mau itu aku bicara di Tv, mungkin Aburizal Bakri, mau kasih satu posisi.

Kata emak, aku jobseeker karena kondisi. Inflasi dan moneter bikin negeri ini ngeri. Sementara hukum yang penuh maklum bikin kita vakum. Kalau saja emak tahu Soeharto sudah mati, mungkin aku dibolehkan itu belajar ideologi. Karena kalau boleh, mungkin aku sudah ada di PDI atau mungkin juga di bui. Hmmm, lebih baik begini, yang penting emak belum marah aku terus begini. Cari bini? Ah, aku masih jobseeker.


-Depok, 091009-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar