Selasa, 02 April 2013

Buku

KAMU
Diberi kata pengantar oleh ayah dan ibumu.
Daftar isimu terlalu dalam dan mengguratkan banyak luka.

Halaman pertama, bercerita tentang semua duka kelam yang terbawa malam dan mengendap dalam pualam. Sesak dalam riak. Ini tentangmu yang membawa banyak luka. Latar belakangnya apalagi kalau bukan nestapa yang hadir dalam tapa. Cerita ini tak bertujuan karena bukan ditujukan kepada tuan. Ini tentang perempuan, tentang kegalauan.

Bismillah, katamu. Disinilah ada kisah rebah. Bukan dongeng, apalagi cerita rakyat yang bikin sesat. Ini tulus karena niat. Niat menyadarkan perempuan yang ditawan karena perawan milik Tuhan. Kulanjutkan isi halaman pertama dengan perumpamaan yang menceritakan kisah anak yang di tanak. Sungguh ini Dosa kakek dan nenek.

Halaman dua, ini halaman ku kisahkan tentang tuhan. Ini halaman tak perlu di ceritakan, karena sudah ditawan.

Halaman tiga, aku selalu senang dengan tiga. Disini ada jelaga raga tak berharga. Menjemput bangga yang ada di rongga-rongga. Kuceritakan disini tentangmu yang hinggap dalam rona matahari jingga. Berkelebatan sayap-sayapmu menggapai bunga-bunga di taman surga. Di salah satu sudut taman itu ku melukis lekak-lekukmu yang seirama dengan nada yang dinyanyikan dedaunan bersama angin tak berharga.

Halaman empat, sudah kulipat semua halaman empat. Karena disini ada cerita tentang orang yang wafat. Ku tak suka dengan halaman empat, maka biarkan saja dia lewat, tak usah kau berkelebat untuk membabat, percuma.

Halaman lima, aku menjemputmu dari lembaran-lembaran buku usang. Aku tahu tak akan mendapati wajahmu di halaman pertama, sekali tarik jemariku membawa serta dua tiga lembar yang mungkin ada kisah lain, yang kuharap bukan tentangmu. Ada lembaran yang terlalu berdebu, ada juga yang sudah lapuk. pelan ku lepaskan bagian-bagian yang saling melekat, ku takut merusak bayangmu yang mungkin saja menempel di salah satu lembarannya.

Hanya decak sesekali ku desahkan pertanda kekagumanku. Ada kamu dalam buku usang tak beruang dan bimbang.

Aku menunggumu di halaman enam, karena kita disini terbenam bersama surya temaram. Seperti halaman-halaman sebelumnya yang lengkap dengan cerita jahanam, ku persilahkan kau berbagi tentang kisah di malam nan kelam. Ini Kisah cinta yang sadis, membabat habis semangatku dengan sporadis.

Cukup sudah, jangan ada lagi halaman tujuh karena kita tak bersetubuh dan kita sudah setuju. Begitupun halaman delapan, karena saat sarapan tak ada harapan.

Maaf karena tak sampai daftar pustaka, karena pusaka sudah terbuka. Siapa yang kuasa? Aku hanya bisa puasa.

Maaf juga karena tak ada lampiran. Disini aku sudah dimakan sindiran. Cacian jadi teman dan nyanyian para pahlawan. Sudahlah. Kututup buku ini.

Buku tentang KAMU.


Depok, 07 Oktober 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar