Kamis, 22 Mei 2014

Pilih(an)



Ketika tiba waktunya bagi kita untuk memilih. Pilihan yang macam manakah yang akan kita ambil? Demi apakah kita memilih? Sebab apa kita putuskan memilih hal itu? Dan kenapa kita mesti memilih? Tidakkah ada jalan damai untuk mempertemukan keduanya?

Tentang pilihan, begitulah kita menjalani hidup. Hari ke hari tugas kita hanya memilih. Pilih bangun pagi atau bangun siang. Kalau bangun pagi apa yang kita dapatkan, kalau bangun siang apa yang kita lewatkan. Sarapan atau tidak. Kalau sarapan apa yang kita abaikan, kalau tidak apa yang kita rasakan.

Berkendaraan umum atau berkendaraan pribadi. Berkendara umum apa yang kita lalui, berkendara pribadi apa yang kita nikmati. Kerja serius atau kerja bercana. Kerja serius apa tak bosan, kerja bercanda kapan selesai.

Kompleksitas pilihan-pilihan itu terus bertambah dan bobotnya berbanding lurus dengan waktu dan semakin dewasanya manusia. Sebut saja soal pilihan politik, pilihan religi, pilihan hati, pilihan ideologi dan pilihan-pilihan lainnya.

Seperti pilihan hati misalnya, kita harus memilih akankah meneruskan tradisi atau tidak. Kalau ikut tradisi kita pilih kekasih yang sesuai pilihan orang tua atau pilihan sendiri. Kalau pilihan sendiri sudah pasti diterima orang tua atau tidak. Ada kemungkinan diterima dan juga tidak, tergantung orangtua pilih menyukai atau tidak.

Itu baru tradisi, belum lagi soal ideologi, apakah kita pilih kekasih dengan latar pro marxis, liberalis atau komunis. Atau kita pilih yang tak berideologi yang penting manis. Belum lagi soal religi. Pilih Kristen tapi tak cinta atau pilih muslim yang dicinta tapi tak bisa, atau pilih hindu yang juga tak bisa, nanti soal cinta bisa ditata.

Semuanya dimungkinkan karena pilihan selalu datang berdua. Ia tak pernah sendiri dan kita tak bisa membantah. Dan apa sebab pilihan selalu ada dua, malah terkadang lebih. Kenapa, misalnya, kita tidak disodori dengan satu saja pilihan. Tapi kalau hanya satu bukankah ia tak lagi menjadi pilihan. Atau kenapa setiap pilihan tak bisa kita damaikan agar jawabnya tak selalu menyisihkan hal yang lainnya.

Contoh sederhananya Pemilu (Pemilihan Umum) misalnya, kenapa rakyat tak diberi kesempatan untuk memilih kedua calon yang menjadi pilihan untuk dilebur dan bekerjasama. Toh semuanya mengaku mencalonkan diri demi kepentingan rakyat banyak. Bukankah pengabdian tertinggi dan termulia adalah pengabdian kepada rakyat dan semesta. Kenapa mereka harus diadu padahal dua-duanya bisa saja punya kompetensi yang saling melengkapi.

Kenapa lantas rakyat hanya diberi ketentuan untuk memilih salah satunya.  Kenapa rakyat tak diberi hak memilih untuk tidak memilih dari pilihan yang ada dan membuat pilihan alternatif. Pilihan baru dari kemungkinan pilihan yang ada.

Rumit.

Begitulah, saya sendiri tak mengerti kenapa memilih untuk menuliskan tentang pilihan-pilihan ini. Apa yang telah saya lewati dan apa yang saya dapatkan?

Entahlah. Selamat memilih.



22/05/14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar