Rabu, 18 Desember 2013

#Belitung: Sebuah Cerita

Pantai Tanjung Tinggi dan bebatuan Laskar Pelangi

Beruntunglah pulau ini melahirkan sosok Andrea Hirata. Ia seperti tangan yang menyelematkan orang yang menggapai-gapai karena akan tenggelam. Ya, Andrea Hirata telah menjadi tangan bagi pulau yang nyaris tenggelam ini. Melalui buku-bukunya, ia menuliskan kehidupan masa kecilnya di sebuah desa yang mungkin kalau buku itu tak pernah diterbitkan, kita juga tak akan pernah mendengarnya.

Indonesia, negeri seribu pulau ini, terlalu luas untuk dijelajahi, bahkan untuk seseorang yang memiliki akses luas seperti seorang Presiden sekalipun. Banyak yang luput dari pengamatannya. Termasuk juga pulau Belitung.

Dulu sekali, Belitung pernah jadi primadona, ketika timah meledak di pasaran dunia. Belitung adalah satu diantara pulau penghasil timah di Indonesia. Namun, setelah timah kehilangan pesonanya, Belitung bak pepatah yang habis manis sepah dibuah. Ia ditinggalkan. Belitung kesepian.

Posisinya yang terpisah dari pulau besar Sumatera, menjadikannya tak semenarik kota-kota di gugus Sumatera itu. Tapi Belitung bangkit, ia, melalui Andrea Hirata meminta sorot panggung yang selama ini 'Jawasentris'. Apa-apa Jawa. Seolah-olah keindonesiaan kita hanya seluas Jawa.


Sorot panggung itu tak diminta Andrea Hirata dengan mengemis. Ia memberi pembuktian, ada anak-anak dari sebuah pulau bernama Belitung, yang juga punya kegigihan seperti manusia-manusia di Jawa dan pulau lainnya yang berkilauan dengan perhatian dari pemerintah.

Dari sebuah desa bernama Manggar, ia tunjuk bahwa cita-citanya tak akan berbatas tepian laut cina selatan dan laut jawa. Ia bisa melampaui itu. Melalui buku-bukunya, yang kemudian mendapat perhatian sineas-sineas perfilman Indonesia, ia perkenalkan dengan hangat Belitung kepada masyarakat Indonesia.

Ia perkenalkan desa yang menjaga nyala api cita-citanya, ia perkenalkan pantai-pantai di Belitung yang mampu berkompetisi dengan pantai-pantai lainnya di Indonesia, selama diberi kesempatan yang sama. Semua itu ia lakukan dengan pena, dengan tulisan-tulisannya.

Tulisan ini tak bertujuan memuji secara berlebih seorang Andrea Hirata, tapi benarlah bukti bahwa sebuah pena lebih tajam dari sebuah pedang. Dan pena yang menuliskan buku-buku yang dituliskan Andrea Hirata bukan saja sebagai pembuktian kehebatan dirinya.

Tanpa ia sadari, mungkin, pena-nya telah menyelamatkan sebuah pulau yang kesepian, yang jauh dari hiruk pikuk keramaian dan hingar bingar masyarakat kota. Masyarakat Jakarta. Masyarakat Indonesia. Dari sebuah perbincangan dengan seorang warga Belitung, Mak Amin namanya, ia mengakui bahwa film Laskar Pelangi (judul film dari buku yang ditulis Andrea Hirata) telah memantik api semangat masyarakat Belitung.

Tugu Batu Satam di Pusat Kota Belitung

Di pengujung tahun 2013 ini saya yang berkesempatan mengunjungi kota ini, itu pun lantaran urusan pekerjaan, menyaksikan bahwa Belitung adalah satu daerah yang unik. Tak ada angkutan umum disini, karena memang perlu waktu lebih dari sejam jika kita hendak mengharapkan angkutan umum. Warga disini hampir sebagian besar beraktifitas menggunakan kendaraan roda dua. Jalanan disini berbanding terbalik dengan suasana jalanan Jakarta. Bahkan anjing pun bisa tidur di tengah jalan di sini. Kaget, tentu saja ini mengagetkan.

Tapi suasana yang sekarang ini, disebut warga Belitung telah jauh lebih hidup setelah buku dan film Laskar Pelangi meledak di Indonesia. Maka, tak bisa terbayangkan saya bagaimana sepinya kota ini sebelum Andrea Hirata berinisiatif menuliskan masa kecilnya ke dalam sebuah buku. Betapa tersia-siakannya potensi Belitung.


Setelah sempat berkeliling-keliling beberapa hari, saya terkejut karena ada nama jalan ZA Pagar Alam di Belitung. ZA Pagar Alam adalah tokoh Lampung, ia adalah Gubernur pertama provinsi Lampung. Anak ZA Pagar Alam, Sjachroedin ZP, saat ini juga menjadi Gubernur Lampung. Didorong rasa penasaran, karena saya lahir dan pernah mengenyam pendidikan di Lampung, saya ketikkan kata kunci "Zainal Abidin Pagar Alam, Belitung".

Dari kata kunci tersebut saya mendapati sebuah artikel seorang mantan menteri yaitu, Yusril Ihza Mahendra, setelah menyempatkan membaca artikelnya yang cukup panjang itu, baru saya ketahui bahwa ternyata sang menteri pun adalah putera Belitung. Dan saat itu baru saya tahu bahwa ayah sang menteri bersahabat dengan ZA Pagar Alam, yang ternyata adalah Bupati Belitung. Dari situ saya pahami bahwa karena hal itulah ada nama jalan ZA Pagar Alam di Belitung.

Romantisme sejarah terjadi bukan hanya antara Zainal Abidin Pagar Alam dan ayah sang menteri, Yusril Ihza Mahendra yang kemudian bersama dengan anak ZA Pagar Alam, Sjachroedin, menjadi tokoh yang memiliki nama di Indonesia. Tidak hanya itu, ayah sang menteri pun ternyata bersahabat dengan orang tua pembesar perusahaan Media Group, Surya Palloh. Ayah Surya Palloh sat itu sempat menjabat sebagai kepala polisi di Belitung.

Cerita soal tokoh-tokoh Belitung, Laskar-laskar Pelangi belum habis disitu. Ahok, anda mengenalnya??

Ah, Belitung.




Dari rumah Mak Amin
18 Desember 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar