Sabtu, 24 September 2011

Bandar Lampung

Kota ini tak berangsur tua, umur yang beratus tahun tak nampak. Kota ini seperti perempuan muda yang centil, gelisah dengan pubernya--yang entah keberapa--melulu ingin menjadi pusat perhatian. Perlahan, kota yang dianggap kota kelas 2 ini terus berdandan. Menarik roknya tinggi-tinggi agar diperhatikan, menurunkan kerah bajunya serendah-rendahnya. Agar diperhatikan.

Kota ini ingin naik kelas. Mengejar ketertinggalan dari kota-kota disebelahnya. Tapi mestikah upaya naik kelas itu harus dilakukan dengan mengobral sisi-sisi kemanusiaan yang dimilikinya (yang tak dimiliki kota tetangganya).

Bukankah kota adalah rumah dan rumah berarti harus tentram dan asri? Bukankah kota harus humanis, harus bisa menjadi rumah tinggal bagi siapa saja. Bagi Gubernurnya, bagi pengusahanya, bagi rakyat jelatanya?

Kemajuan adalah baik, tapi penindasan tidak. Kota ini boleh seksi tapi tidak murahan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar